Apa saja hal-hal dan penyebab hilangnya pahala puasa ? Sebenarnya banyak sih, semua itu tergantung pada prilaku kita pada saat sedang berpuasa, baik puasa pada bulan Ramadhan maupun puasa sunnah. Orang yang berpuasa dan tidak memperoleh pahala tidak berarti puasanya batal. Puasanya tetap sah hanya saja tidak dapat pahala puasa (sia-sia)
Hadits :
Kam min shooimin Laisa Lahuu illal-Juu’i Wal-Athsyi
Bayak Orang-orang yang berpuasa, tapi tidak ada bagi nya (pahala) kecuali Haus dan Lapar. Artinya puasanya sia-sia tidak dapat pahala tapi puasanya tidak batal dengan kata lain hanya gugur kewajiban saja.
Nilai dan pahala puasa itu sangat besar, karena ibadah puasa itu tindakan individual dengan Allah swt dan tingkat pahalanya pun menjadi urusan Allah
Dalam Hadits Qudsi disebutkan ( hadits Qudsi adalah Firman allah yang di sampikan pada Rasullah dan tidak tertulis dalam Alqur’an)
Shumu li wa ana Ajzibihi
Puasa itu tertuju hanya untuk aku dan aku lah yang akan memberi pahalanya.
Dari hadits Qudsi tersebut dapat kita lihat bahwa puasa itu khusus untuk Allah dan nilainya juga hanya allah yang bisa mengukur . Orang yang berpuasa bisa saja sah asal tidak makan dan dan minum, bersetubuh, memasukkan sesuatu melalui lubang yang ada pada anggota tubuh ( Pokoknya tidak melanggar hal-hal yang membatalkan puasa lah) tapi tidak dapat apa-apa kecuali haus dan lapar saja (tidak berpahala)
Apa saja yang menyebabkan hilangnya pahala puasa ?
Hal-hal yang yang dapat menghilangkan pahala puasa di antaranya :
Menceritakan atau membicarakan orang lain alias gossip, baik itu yang terjadi atau fakta maupun yang tidak terjadi termasuk juga.
Dalam Kitab Hidayatus sholihin, ada sepuluh perkara yang dapat menghapus pahala puasa, semua itu berhubungan dengan hati kita diantaranya: Iri (tidak senang melihat orang lain ), Dengki ( berbuat sesuatu agar orang lain itu jadi rugi atau jelek seperti menfitnah, merusak barangnya dll), Berbohong ( tidak jujur), cinta akan makan, saba`at , tamak, orang yang suka iri biasanya cendrung ingin berbuat dengki atau membuat orang lain rugi dan mendorong kita menceritakan/mengorek-ngorek keburukan orang lain tersebut. (Na’udzubillah)
Dalam sebuah Kitab disebutkan : Tinggkatan orang berpuasa ada 3 yaitu :
Puasanya Orang Awam, Puasanya para Khawwas, Puasanya Khawwasul Khawwas
Puasa merupakan riyadhah yang lebih ultim dari sekedar laku tapa, karena puasa memantik nalar rasional sekaligus menyuluh rasa cinta yang meluap-luap dari seorang insan. Kesadaran rasional terpantik untuk melawan bengkalai diri yang paling berpotensi menghadang jalannya hijrah kemanusiaan. Itulah hawa nafsu yang mengarahkan manusia pada bu’dul bahimi (Kecenderungan syaitaniyah) yang dehumanis. Puasa menekankan manusia untuk mengendalikan keliaran hawa nafsu, sehingga akal dapat menjadi penunggang yang baik yang mampu mengontrol diri untuk hantarkan jiwa berjalan pada jalannya.
Pada level awwam, puasa adalah sebuah pergulatan batin antara manusia dengan hawa nafsunya. Hal ini ditujukan untuk mengendalikan hawa nafsu agar manusia tak terseret pada kesia-siaan dan tidak terjebak pada kecenderungan pada bayang-bayang fatamorgana dunia. Pada level yang khusus, puasa adalah sebuah proses refleksi kedirian manusia untuk mendengar suara-suara kebenaran dari kedalaman nuraninya.
Itulah sebabnya, bagi kaum khawwas, puasa tidak sekedar menahan hasrat instingtif jasmaniyah secara fisikal semata, tapi juga mengendalikan kecenderungan-kecenderungan ragawiyah yang terbetik di pikiran dan dihatinya. Bagi kaum khawwas, puasa tak sekedar menahan lapar dan dahaga, tapi puasa adalah proses “membunuh” segala potensi-potensi bengkalai kejiwaan.
Bagi kaum khawwasul khawwas, puasa adalah proses untuk menyingkap kebenaran sejati dari bisik sirr al-asrar dari kedalaman kalbu yang paling sublim. Oleh karena itu, puasa bagi kaum khawwasul khawwas adalah proses “peniadaan” dari segala selain DIA, agar dalam pikiran dan hati kita hanya ada DIA dan hanya tertuju padaNYA, tidak untuk selain DIA. Puasa adalah pertarungan primordial sekaligus kelana diri manusia pada kediriannya. Dan dalam kelana itu manusia harus berhadapan dengan “makhluk-makhluk” penggoda yang akan menghalangi jalannya.
Ada Juga hal yang seringkali tidak pernah kita sadari dalam melakukan ibadah bisa menghilangkan nilai ibadah kita yaitu:
Perbuatan Riya’ ( bahasa kampungnya aleman atau ingin di puji orang agar kelihatan, baik, kelihatan pintar, kelihatan alim, kelihatan khusu’ , kelihatan pintar dll) kecuali ada nilai nasehat atau pengajaran buat orang lain dll
( Wallahu A’lam ) Karena hanya allah yang tahu gerak hati manusia.
Tapi saya pernah dengar, Bagaimana orang yang berpuasa hanya ingin di puji (aleman atau riya’) misalnya supaya kelihatan alim sama mertua atau calon bini ? Jawabannya, tetap dapat pahala puasa asal tidak bertentangan dengan hal yang menyebabkan hilangnya pahala puasa,
Hal ini sama dengan orang yang suka baca atau bersenandung dengan bacaan sholawat seperti “ Allahumma Sholli A’la Muhammad ya robbi sholli A’alaihi wasallim” biasanya sering dinyanyikan orang-orang jika sedang santai dirumah sambil gendong anak, sambil nyapu, dll meskipun riya’ tetap dicatat dan dibalas pahala oleh allah.
Beda dengan Sholat dan shodaqoh yang didorong perasaan Riya’/aleman bisa menyebabkan syirik dan tidak punya nilai apa-apa. Mohom maaf jika ada yang salah silahkan tanyakan pada guru-guru disekitar anda
Semoga bermanfaat.