Kerusuha Tarakan Terjadi Akibat Kesenjangan Ekonomi

Hari
Kesenjangan ekonomi atau perbedaan ekonomi dalam masyarakat seringkali menimbulkan terjadinya pertikaian antar masyarakat dalam sebuah wilayah, seperti kerusuhan yang terjadi di Tarakan kalimantan timur. Hal ini disebabkan kecemburuan kalangan masyarakat yang berstatus ekonomi rendah yang umumnya dialami masyarakat pribumi dan merasa tidak terima wilayahnya dikuasai secara ekonomi oleh para pendatang.

"Ini kesimpulan yang kami lihat sesudah Komisi III berkunjung kesana dua hari dan mendengar paparan Kapolda, Pangdam, Wagub Kaltim, Walikota dan berdialog lansgung dengan tokoh-tokoh masyarakat dari kedua etnis yang terlibat pertikaian," ujar anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Senin, 4/10).

"Masyarakat lokal cenderung sulit bersaing dengan pendatang yang umumnya lebih agresif. Syukur Pemda dan aparat keamanan cepat bertindak sehingga konflik tidak meluas dan menambah persoalan baru di tengah maraknya aksi kekerasan belakangan ini," imbuh politisi Gerindra ini.

Kronologis kerusuhan Tarakan itu sendiri terjadi pada, Senin (26/09/2010) pukul 22.00, minggu malam lalu. Ketika itu terjadi pertengkaran antara anak Abdullah bin H Salim yang bernama Abdul Rahman dengan 6 Pemuda.

Awalnya ia berniat membeli rokok di salah satu toko di pinggir jalan utama, di dekat jalan masuk kantor Kelurahan Juata Permai. Setelah membeli rokok, Rahman yang saat itu bersama rekannya bernama Jay, menanyakan keberadaan rekannya bernama Ruri kepada 6 pemuda itu.

"Saya cuma cari Ruri, tapi tidak ada. Mereka (6 orang) langsung memukul saya," kata Rahman seperti yang dikutip dari Jpnn.com.

Di saat kejadian itu, Jay lantas balik ke rumahnya di wilayah Belalung, untuk mengabarkan kejadian ini kepada salah satu keluarganya, Lili Sutrisna, dan ayah Rahman, (almarhum) Abdullah Bin H. Salim. Dikatakan Lili, awalnya hanya ia yang ingin melihat Rahman di lokasi itu. Namun ayah Rahman, Abdullah, juga ingin sekali ikut. “Kami sudah tahan agar beliau (almarhum) tidak ikut. Tapi tetap saja mau. Pas kami sampai disana, Rahman sudah babak belur. Almarhum juga kena sabetan parang,” ujar Lili Sutrisna yang mengaku menerima pukulan di wajahnya saat kejadian itu.

Rahman sendiri mengaku sudah tidak mengetahui apa-apa lagi pasca pertengkaran itu. “Setelah saya diantar ke rumah, saya langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi saya tidak tahu apa-apa lagi,” katanya seperti dikutip Radar Tarakan (grup JPNN).

Kejadian ini memicu kemarahan etnis Tidung. Sanak keluarga dan warga dari Persatuan Suku Asli Kalimantan Timur (Pusaka) tumpah ruah di kediaman keluarga korban di wilayah Belalung, Juata Permai, kemarin pagi sebelum dikebumikan di Gunung Daeng, Sebengkok Tiram pukul 15.00.

Rusuh di Tarakan Disulut Kesenjangan Sosial

Sementara itu tokoh masyarakat Tarakan, Kalimantan Timur, Sofyan Asnawie, menilai kerusuhan etnis setempat disebabkan adanya kesenjangan sosial yang lebar antara warga pribumi dan para pendatang. Warga pendatang mendominasi hampir semua lini sektor pemerintahan, ekonomi dan sosial.

"Di Pemerintahan Tarakan tidak ada warga pribumi yang menduduki jabatan tinggi, semua pendatang," paparnya seperti yang dikutip dari situs tempointeraktif.com.

Karenanya, Sofyan mengaku tidak kaget terjadi peristiwa kerusuhan etnis di Tarakan sehingga menyebabkan satu tewas dan satu terluka parah. Sofyan berharap ada pemerataan status sosial–ekonomi antara warga pendatang dan warga pribumi. Tiadanya kesenjangan, menurutnya, akan mampu mengikis kebencian di antara warga pribumi dan pendatang.
Share on :